Rabu, 13 Oktober 2010

Sistem Pemilihan Umum Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia yang merdeka tahun 1945 cukup sering menyelenggarakan pemilihan umum. Pemilu-pemilu yang pernah terjadi adalah 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Jadi, Indonesia telah mengadakan sekitar 10 kali pemilihan umum dalan perjalanan politiknya.
Masing-masing pemilihan umum memiliki karakteristik masing-masing, bergantung pada tipe sistem politik yang berlangsung. Sistem Demokrasi Liberal menaungi pemilu 1955, 1999, dan 2004. Pemilu-pemilu lainnya terjadi di masa sistem politik rezim otoritarian kontemporer Orde Baru.
Tipe sistem pemilihan umum yang banyak dipakai di Indonesia adalah Proporsional, dengan beberapa pengecualian.
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu :
1. Single Member Constituency (satu daerah pemilihan memiliki satu wakil; biasanya disebut Sistem Distrik).
2. Multi Member Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan Proportional Representation atau Sistem Perwakilan Berimbang).
Pemilu sistem distrik dan sistem proporsional masih menjadi perdebatan diantara para ahli dan praktisi politik. Masing masing mereka memiliki alasan yang kuat untuk bisa menerapkan salah satu dari sistem tersebut di negara mereka. Begitu pula dengan Indonesia..

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Sistem pemilihan apa yang cocok untuk diterapkan di Indonesia?
2. Keunggulan apa yang diperoleh dalam penerapan Sistem Pemilihan Distrik?

C. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui sistem pemilihan yang cocok untuk Indonesia
2. Untuk mengetahui apa saja keunggulan jika sistem pemilihan distrik diterapkan.
Manfaat yang diperoleh adalah dengan penulisan makalah ini diharapkan pembaca bisa lebih memahami bagaimana system pemilihan di Indonesia yang betul-betul sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia pada saat ini





BAB II

PEMBAHASAN

A.Sistem pemilihan yang cocok untuk Indonesia
Perbandingan Sistem Pemilihan Disrik dengan Sistem Pemilihah Proporsional.
Pada sistem distrik, daerah pemilihan berbasis pada jumlah penduduk. Sedang pada sistem proporsional, basis pemilihan wilayah (biasanya propinsi) terlepas jumlah penduduknya sama atau tidak .
Pada sistem distrik, ukuran daerah pemilihan kecil, berupa distrik, sehingga jumlah daerah pemilihan menjadi banyak. Sedangkan pada sistem proporsional, ukuran daerah pemilihan besar (di Indonesia propinsi), sehingga jumlah daerah pemilihan menjadi lebih sedikit.
Pada sistem distrik, batasan daerah pemilihan berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk. Sedangkan pada sistem proporsional, batasan daerah tetap, kerena tak bergantung pada perubahan jumlah penduduk.
Pada sistem distrik, setiap daerah pemilihan (distrik) hanya ada satu wakil terpilih. Sedangkan pada sistem proporsional, setiap daerah pemilih (wilayah) punya beberapa wakil secara proporsional.
Pada sistem distrik, caleg harus berasal/berdomisili di daerah pemilih (distrik) tempat dirinya dicalonkan. Sedangkan pada sistem proporsional, asal caleg bebas, tidak harus putra daerah.
Pada sistem distrik, hubungan pemilih dengan caleg terpilih bisa berupa hubungan langsung (baca: lewat caleg independen), namun dapat pula melalui partai (dicalonkan oleh partai). Dengan kata lain, caleg terpilih dicalonkan oleh pemilih atau pemilih dan partai. Sedangkan pada sistem proporsional, hubungan pemilih dengan caleg terpilih melalui partai, (tak ada caleg independen).
Artinya, caleg dicalonkan oleh dan melalui partai.
Pada sistem distrik, caleg terpilih bertanggung jawab kepada rakyat pemilih (untuk caleg independen) atau kepada rakyat pemilih dan partai. Dengan kata lain, dalam sistem ini kekuasaaan partai atas caleg terpilih sangat kecil. Sedang pada sistem proporsional, caleg terpilih lebih bertanggung jawab kepada partainya bukan kepada rakyat pemilih, karena memang partai yang mencalonkan dirinya. Singkatnya, kekuasaan partai atas caleg terpilih cukup besar.
Pada sistem distrik, caleg dikenal oleh rakyat pemilih. Bila tak dikenal hampir pasti dia tak akan dipilih. Sistim ini menekankan kualitas dan atau popularitas individu. Sedang pada sistem proporsional, Caleg kurang atau bahkan bisa tidak dikenal rakyat pemilih, karena memang rakyat hanya memilih tanda OPP,
bukan memilih individu caleg.
Pada sistem distrik, cenderung merugikan partai kecil, karena suara pihak yang kalah hilang alias tidak dihitung. Akibatnya, hasil perbandingan suara pemilih dan wakil terpilih menjadi tidak berimbang (proporsional). Sedang pada sistem proporsional, cenderung menguntungkan partai kecil, karena semua suara memang dihitung secara proporsional, alias tidak ada suara yang hilang.
Pada sistem distrik, banyak suara yang hilang sia-sia (wasted), sehingga pemilih pun akan kian malas untuk memilih partai yang sudah pasti kalah (partai gurem). Dengan sistem penghitungan suara seperti ini, maka pada akhirnya akan cenderung menghasilkan dua partai besar. Sedang pada sistem proporsional, suara asti dihitung, maka sistem ini cenderung menghasilkan multi partai, sebab meskipun partainya kecil, tetapi tetap berharap dapat kursi hasil gabungan dari suara di berbagai wilayah.
Pada sistem distrik, Adanya dua partai besar memungkinkan partai yang menang mendapat suara mayoritas mutlak, sehngga tidak mengarah ke pemerintahan koalisi. Sedang pada sistem proporsional, partai kecil tetap eksis, maka suara/kursi menjadi terpecah-pecah ke dalam partai-partai kecil. Untuk dapat membentuk pemerintahan mayoritas mutlak (50% + 1), biasanya partai-partai akan mengarah kepemerintahan koalisi.
Pada sistem distrik, cenderung ke sistem sentralisasi, karena wakil rakyat memang lebih loyal pada pemilih dan konstituensinya, bukan kepada pusat. Implikasinya, sistem distrik menghasilkan keterbukaan pertanggung jawaban politik dari wakil terhadap rakyat yang diwakili. Sedang pada sistem proporsional, cenderung ke arah sentralisasi, karena wakil rakyat loyal pada pusat.
Berdasarkan perbandingan di atas, system pemilihan umum yang cocok di Indonesia adalah system pemilihan umum dengan system distrik karena wilayah Indonesia yang sangat luas dan memiliki jumlah penduduk yang banyak dan persebaran penduduk yang tidak merata, agar tiap daerah memiliki jumlah perwakilan yang sama, sehingga tidak menimbulkan diskriminasi pada setiap daerah. Jadi dalam hal ini jumlah penduduk Indonesia tidak akan mempengaruhi jumlah anggota dewan tetapi berdasarkan jumlah distrik yang terdapat pada tiap daerah dan hal ini akan lebih menghemat biaya di bandingkan dengan system pemilihan proporsional.
Setiap distrik memiliki satu wakil yang berdomisili di daerah pemilih yang memiliki hubungan lagsung dengan pemilih dalam hal ini caleg independen namun dapat pula perwakilan partai. Dengan kata lain, caleg terpilih dicalonkan oleh pemilih atau pemilih dan partai. Selain itu, caleg terpilih bertanggung jawab kepada rakyat pemilih (untuk caleg independen) atau kepada rakyat pemilih dan partai. System ini juga menjadikan wakil rakyat memang lebih loyal pada pemilih. sistem distrik menghasilkan keterbukaan pertanggung jawaban politik dari wakil terhadap rakyat yang diwakili. Pada sistem distrik, caleg dikenal oleh rakyat pemilih. Bila tak dikenal hampir pasti dia tak akan dipilih. Sistim ini menekankan kualitas dan atau popularitas individu. Kemudian apabila menggunakan system ini maka dengan sendirinya partai-partai kecil gugur.

B. Keunggulan dari Sistem Pemilihan Distrik
negara-negara yang menganut sistem ini di¬anggap lebih menguntungkan daripada sistem pemilihan lain:
1. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. Dengan demikian dia akan lebih terdorong un¬tuk memperjuangkan kepentingan distrik. Lagipula, keduduk¬annya terhadap partainya. akan lebih bebas, oleh karena dalam pemilihan semacam ini faktor personalitas dan kepribadian sese¬orang merupakan .faktor yang penting. {mospagebreak}
2. Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk me¬nyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja¬sama. Disamping kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat sekedar dibendung, sistem ini mendorong ke arah pe¬nyederhanaan partai tanpa diadakan paksaan. Maurice Du¬verger berpendapat bahwa dalam negara seperti Inggris dan Amerika. sistem ini telah memperkuat berlangsungnya sistem dwi¬partai.
3. Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-¬partai mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan mempertingkat stabilitas nasional.
4. Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggarakan.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bahwa system pemilihan umum yang cocok untuk diterapkan di Indonesia adalah system pemilihan umum dengan system distrik. Alasannya:
1. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. Dengan demikian dia akan lebih terdorong un¬tuk memperjuangkan kepentingan distrik. Lagipula, keduduk¬annya terhadap partainya. akan lebih bebas, oleh karena dalam pemilihan semacam ini faktor personalitas dan kepribadian sese¬orang merupakan .faktor yang penting. {mospagebreak}
2. Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk me¬nyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja¬sama. Disamping kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat sekedar dibendung, sistem ini mendorong ke arah pe¬nyederhanaan partai tanpa diadakan paksaan. Maurice Du¬verger berpendapat bahwa dalam negara seperti Inggris dan Amerika. sistem ini telah memperkuat berlangsungnya sistem dwi¬partai.
3. Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-¬partai mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan mempertingkat stabilitas nasional.
4. Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggarakan.
B. SARAN
Perlunya ada perbaikan sistem pemilihan umum di Indonesia. Hal ini diharapkan dapat mengubah perjalanan demokrasi Indonesia menuju ke arah yang lebih baik. Sehubungan dengan itu, kami sebagai pihak yang mendukung pemberlakuan system distrik dalam system pemilihan umum di Indonesia, berharap perubahan yang signifikan terhadap system pemilihan umum di Indonesia.

















DAFTAR PUSTAKA

• http://matanews.com/2010/07/29/ryaas-wacanakan-pemilu-sistem-distrik/
• http://www.antaranews.com/berita/1280378701/ryaas-rasyid-usulkan-pemilu-sistem-distrik
• http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Reformasi/Perspektif/sean45.htm
• http://www.pks-jaksel.or.id/Article124.html
• http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1558/1/tatanegara-mirza.pdf
• http://bataviase.co.id/node/318613

Tidak ada komentar:

Posting Komentar