Senin, 06 Desember 2010

mengomentari UU PTUN

1.      Pasal 62 serta kaitannya dengan pasal 118
Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal diatur dalam Pasal 62 ayat (3), (4), (5) dan (6) UU PERATUN, selengkapnya sebagai berikut :
(3) a.   Terhadap Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu 14 hari setelah ditetapkan ;
b.   Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
(4)   Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat.
Ø  Maksud diterapkannya acara singkat menurut Indroharto dalam Buku II hal. 149 adalah :
a)      Agar rintangan-rintangan yang mungkin terjadi untuk penyelesaian perkara secara cepat terhadap sengketa TUN sedapat mungkin di singkirkan.
b)     Cara yang sederhana dan singkat untuk menanggulangi arus masuknya perkara yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk diproses sebagai gugatan di Pengadilan TUN.
(5)   Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut cara biasa.
(6)   Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.

Pasal 118 ayat 2 “Gugatan perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat diajukan pada saat sebelum putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap itu dilaksanakan dengan memuat alasan-alasan tentang permohonannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56; terhadap permohonan perlawanan itu berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dan Pasal 63 “.
2.      Pasal 67
Dari isi pasal tersebut maka dapat daimbil kesimpulan : 
ü  Gugatan di pengadilan tidak mutlak menunda pelaksanaan Keputusan TUN yang digugat
ü  “Asas praduga rechtmatig (benar menurut hukum, presumptio iustea causa), asas ini menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap berdasarkan hukum benar) sampai ada pembatalan. Dalam asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat.
3.      pasal 60
ü  Bagi penggugat yang tidak mampu boleh tidak untuk membayar uang muka biaya perkara, dengan syarat membawa surat keterangan tidak mampu dari kepala desa atau lurah setempat.
4.      pasal 98
ü  HAK PENGGUGAT: Mencantumkan dalam gugatannya permohonan kepada Pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat dalam hal terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya . 
II. Penjelasan ringkas
1.        Yang dimaksud dengan proses peradilan yang bersifat condaitor dan ingisiator yaitu peradilan harus bersifat hukum publik dan sepihak
2.         Apakah suatu atau sebuah memo atau nota dapat disebut sebagai suatu penetapan tertulis sehingga dapat dijadikan objek gugatan ke pengadilan TUN.
ü  objek sengketa Tata Usaha Negara, yaitu :
a)      Penetapan tertulis.
b)     Dikeluarkan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
c)      Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara.
d)     Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e)      Bersifat konkret, individual, dan final
Penetapan tertulis KTUN yang dapat dijadikan objek sengketa Tata Usaha Negara dipersyaratkan harus merupakan penetapan tertulis. Kata “penetapan” menunjuk kepada tindakan hukum sepihak artinya kehendak dalam melakukan tindakan hukum ada pada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Penetapan tersebut harus diwujudkan dalam bentuk yang tertulis. Alasan UU-PTUN mempersyaratkan demikian adalah untuk mempermudah dalam pembuktiannya. Ditentukannya harus dalam bentuk tertulis ini sebenarnya merupakan pembatasan yang dilakukan oleh UU-PTUN, karena secara teoritis dikenal pula KTUN dalam bentuk tidak tertulis.
Meskipun dipersyaratkan harus tertulis, namun UU-PTUN memberikan kelonggaran. Hal ini terlihat dari penjelasan UU-PTUN yang menyebutkan bahwa persyaratan tertulis bukan ditujukan kepada bentuk formalnya seperti surat pengangkatan dan sebagainya (misal, harus ada pertimbangan, mengingat, menetapkan, dan seterusnya) tetapi terutama ditujukan kepada isinya. Oleh karena itu, sebuah memo atau nota dapat merupakan suatu KTUN yang memenuhi syarat tertulis apabila sudah jelas :
a)      Badan atau Pejabat tata Usaha Negara mana yang mengeluarkannya;
b)     maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu; 
c)      kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya.
Apabila ketiga hal di atas sudah jelas dan dituangkan secara tertulis, maka hal ini sudah merupakan suatu KTUN yang dapat dijadikan objek sengketa Tata Usaha Negara. Oleh karena itu menjadi kompetensi Peratun. Ini berarti di luar yang tertulis (kecuali sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 UU-PTUN yang akan dijelaskan lebih lanjut pada pembahasan berikutnya) bukan merupakan kompetensi Peratun karena hal ini merupakan perbuatan material.
Jadi perbuatan materiil Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara demikian merupakan wewenang pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum karena dikualifikasikan sebagai onrechmatige overheidsdaad (perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa). Misalnya, Polisi Lalu-Lintas berdasarkan wewenangnya melakukan tindakan mengatur lalu lintas, Polisi Pamong Praja melakukan tindakan penertiban terhadap pedagang kaki lima dan lain-lainnya.
3.         Apakah suatu keputusan dari hasil persidangan dari seorang hakim dapat digugat sebagai objek gugatan ke pengadilan TUN
objek sengketa Tata Usaha Negara, yaitu :
1)     Penetapan tertulis.
2)     Dikeluarkan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
3)     Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara.
4)     Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5)     Bersifat konkret, individual, dan final
sehingga Tata Usaha Negara adalah mengacu pada asas Erga Omnes, yaitu putusan hakim mengikat dan berlaku pada semua pihak dan semua pihak.

4.      Yang dimaksud penetapan deklatoir dan konstitutif dan berikan ialah putusan yang bersifat menghukum, contoh : 
1)     Putusan yang menghukum salah satu untuk membayar sejumlah uang.. mengatur tentang pelaksanaan putusan yang diakibatkan dari tindakan tergugat/enggan untuk secara suka rela melaksanakan isi putusan untuk membayar sejumlah uang, sehingga pihak penggugat sebagai pihak yang dimenangkan mengajukan permohonan secara lisan atau tertulis kepada Ketua Pengadilan Negri agar putusan dapat dijalankan.
2)     Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan berkaitan dengan pelaksanaan putusan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu yang tidak ditaati, sehingga dapat dimintakan pemenuhan tersebut dinilai dalam bentuk uang.

5.      Yang dimaksud dengan penetapan aan maning  dan yang permanen
Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara sukarela meskipun ia telah diberi peringatan (aan maning)  .Eskekusi riil dalam bentuk penjualan lelang
Yang dimaksudkan eksekusi riil dalam ketentuan pasal adalah dilaksanakan putusan yang memerintahkan pengosongan atas benda tidak bergerak.Dalam praktek di pengadilan, tergugat yang dihukum untuk mengosongkan benda tidak bergerak tersebut setelah terlebih dahulu ditegur (di aan maning) oleh Ketua Pengadilan, untuk mengosongkan dan menyerahkan benda tidak bergerak tersebut kepada penggugat selaku pihak yang dimenangkan.Apabila tidak bersedia melaksanakan perintah tersebut secara sukarela, maka Ketua Pengadilan dengan penetapannya akan memerintahkan Panitera atau Juru Sita, kalau perlu dengan bantuan alat negara (Polisi/ABRI) dengan paksa melakukan pengosongan terhadap pihak yaang kala serta segenap penghuni yang ada, ataupun yang mendapat hak dari padanya, dengan menyerahkannya kepada Pemenng sesui bunyi amar putusan Pengadilan yang dimohonkan oleh pemohon eksekusi.

6.      Coba anda berikan intisari dari halaman 181 sd/183-184 dari buku “usaha memahami undang-undang tentang peradilan TUN oleh INDROHARTO S.H
Dasar-dasar pengertian Hukum Tata Usaha Negara serta bagaimana jalannya proses atau cara beracara di hadapan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar