Senin, 06 Desember 2010

Penyelesaian Perkara Pidana

BAB I
PENGANTAR
           
            Indonesia sampai saat ini masih menganut hukum positif. Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesai 1945 telah tertuang bahwa NKRI adalah sebuah negara yang berdasar atas hukum. Maka segala yang dilakukan dalam negara haruslah berstandar kepada hukum yang berlaku dan itu selalu dikaitkan dengan asas hukum yaitu “Asas Legalitas”. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah diatur secara jelas mengenai kejahatan di buku dua KUHP dan pelangaran di buku tiga KUHP.
            Kedua jenis tindak pidana tersebut membagi sangsi sesuai porsi masing-masing dalam menangani kasus-kasus sebagaimana telah dijelaskan dalam KUHP. Bila dalam tindak pidana pelanggaran akan dikenakan sangsi yang lebih ringan namun dalam tindak pidana kejahatan, hukumannya lebih berat.
            Tindakan dalam bentuk penghukuman (pidana) merupakan suatu tindakan akhir dari penjatuhan sangsi terhadap pelaku tindak pidana, karena sebenarnya pidana merupakan ultimatum remedium atas segala hukum yang berlaku.
           



BAB II
PENDAHULUAN
               
1.       Latar Belakang Masalah
Setiap orang mempunyai potensi untuk melakukan sebuah atau beberapa kesalahan. Namun tidak semua perbuatan kesalahan itu dipidana/dihukum, tetapi pidana delik sudah pasti dihukum. Mengapa pelaku tindak pidana harus dipidana?
Penjelasannya ada pada pasal 1 ayat (1), asas legalitas. Dimanakeberadaannyasahdantelahdiaturdalamsuatuketentuanundang-undangtertulis.Adapun syarat sahnya orang dipidana karena dua hal yaitu:
a.       Adanyaperbuatan yang dilarangundang-undang (rumusandelik), actumreus.
b.      Adanyakesalahan (wedelerichtelijke),means rea.
Dimanadalammelakukanperbuatanpidanaharusterpenuhiunsur-unsurdeliksebagaisyaratpemidanaan.Dimanaunsurdelikitudibagiatasduayaitu: pertama, perbuatan yang memilikiunsurmelawanhukum (tidakadaalasanpembenar) danmencocokirumusandelik; kedua, pembuatdimanaunsurnyayaitukesalahan (dolusdan culpa) dankemampuanbertanggungjawab. Dimanapadaunsurpembuatinitidakadaalasanpemaaf.
Didalamaturanhukumkita, banyakdikenalberbagaimacamtindakpidanadanistilah-istilahkejahatansertanama-namabagipelakutindakpidana.
Sehingga dalam menangani kasus perkara pidana harus secermat mungkin dan teliti karena istilah-istilah tersebut hampir sama. Sehingga jika dalam hal menuntut suatu pelaku tindak pidana harus diperhatikan. Misalnya seorang yang mencuri milik orang lain, namun dalam berita acara penuntutan tertulis penggelapan. Maka pelaku tindak pidana tersebut tidak dapat diproses dengan tuduhan pencurian karena yang dilakukannya adalah penggelapan.
Dan dalam beracara pada sidang perkara pidana ditingkat peradilan negeri telah dibuatkan tahapan-tahapan tersendiri. Dimana tahapan dan tata cara persidangan perkara idana di pengadilan negeri secara umum diatur dalam KUHAP (UU No. 8 tahun 1981) dan beberapa peraturan pelaksanaan lainnya.


2.       Rumusan Masalah
Menjelaskan proses penyelesaian perkara pidana mulai :
a.       Pemeriksaan perkara pidana;
b.       Penyelidikan;
c.       Penyidikan;
d.       Penangkapan;
e.       Penahanan;
f.        Penggeledahan;
g.       Penyitaan;
h.       Pra penuntutan;
i.         Penuntutan;
j.         Persidangan.

3.       Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui proses penyelesaian perkara pidana mulai dari pemeriksaan perkara pidana sampai dengan persidangan. Serta untk memperkuat teori mengenai beracara di peradilan bagian pidana.
Selain dari itu, tujuan utama dari tulisan ini tidak lain sebagai bahan pembelajaran bagi penulis sebagai mahasiswa hukum yang mengambil konsentrasi hukum pidana.Dan makalah ini sebagai tugas individu yang diwajibkan oleh dosen pengasuh mata kuliah Praktek Peradilan Pidana untuk mencapai kompetensi penilaian.






BAB III
PEMBAHASAN

A. PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA
Berawal dari terjadinya tindak pidana (delik) yang berupa kejahatan (rechdelict/mala perse) atau pelanggaran (westdelict/mala quia prohibita). Tindak pidana tersebut diterima oleh penyidik melalui tiga jalur :
1.       Laporan; untuk tindak pidana biasa (pasal 1 sub 24);
2.       Aduan (pasal 1 sub 25); untuk tindak pidana aduan (klachtdelicten);
3.       Tertangkaptangan (pasal 1sub 19).
B. PENYELIDIKAN
1.       Merupakanserangkaiantindakanpenyelidikuntukmencaridanmenemukansuatuperistiwa yang didugasebagaitindakpidana (untukmemastikansuatuperbuatanmasukdalamperistiwatindakpidana). Penyelidikanmerupakan sub fungsidanbagian yang takterpisahkandarifungsipenyidikan.
2.       Tujuannyayaituuntukmengumpulkanbuktipermulaan yang cukup agar ditemukanadanyatindakpidana, sehinggadapatdilanjutkanke proses penyidikan.
3.       WewenangPenyelidik (Psl. 5 KUHAP)
a.       Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b.       Mencari keterangan dan barang bukti;
c.       Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
d.       Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
4.  SasaranPenyelidikan
a.       Orang;
b.       Benda/barang;
c.       Tempat.
C. PENYIDIKAN
1.       Merupakanserangkaiantindakanpenyidikuntukmencarisertamengumpulkanbukti yang denganbuktiitumembuatterangtentangtindakpidana yang terjadigunamenemukantersangkanya.
2.       Penyidik yaitu:
a.       Penyidik POLRI, menimal berpangkat Aipda/Pelda
b.       Penyidik PNS, minimal golongan II/b
- Di lingkungan Dirjen Pajak
- Di lingkungan Dirjen Imigrasi
- Di lingkungan Telekomunikasi
- Di lingkungan Dirjen Bea Cukai.

c.       Penyidik Kejaksaan, terhadap tindak pidana tertentu yang mempunyai ketentuan khusus acara pidana, misalnya:
- Tindak pidana Ekonomi
- Tindak pidana Korupsi.

d.       KPK, terhadap tindak pidana korupsi diatas Rp. 1 milyar dan yang mendapat perhatian publik.
3. Target Penyidikan
a.       Mengupayakanpembuktiantentangtindakpidana yang terjadi;
b.       Membuat terang dan jelas suatu tindak pidana;
c.       Untuk menemukantersangkapelakunya.
4. Pemeriksaandalampenyidikan
a.       Pemeriksaansaksi;
b.       Pemeriksaanahli;
c.       Pemeriksaantersangka.
5. Materi Penyidikan
Yakniserangkaian informasi atas pertanyaan 5 W dan 1 H.
a.       What :
- Apa yang terjadi/dilakukan?
- Apakahmerupakantindakpidana?
- Apajenistindakpidananya?
- Apa kerugian yang ditimbulkan, harta benda, luka badan, immaterial atau jiwa?
b.       When :
- Kapan tindak pidana itu terjadi/dilakukan
- Kapan tindak pidana itu dilaporkan/diketahui oleh yang berwajib.
c.       Where :
- Dimana tindak pidana dilakukan (locus delicti)?
- Dimana tempat korban berada/ditemukan?
- Dimana saksi-saksi berada?
- Dimana benda-benda/alat-alat bukti berada/ditemukan?
- Dimana tersangka berada saat tindak pidana terjadi?
d.       Who :
- Siapa tersangka/pelaku tindak pidana?
- Siapa yang pertamakali mengetahui tindak pidana?
- Siapa pelapor/pengadu?
- Siapa korban yang dirugikan?
- Siapa-siapa yang terlibat dalam tindak pidana?
e.       Why:
- Menga tindak pidana itu dilakukan?
f.        How:
- Bagaimana caranya tindak pidana tersebut dilakukan?
- Bagaimana akibat yang ditimbulkan?
6. Penghentian Penyidikan (Ps. 7 jo. 102 (2) KUHAP :
a.       Tidak cukup alat bukti;
b.       Peristiwa yang disidik bukan tindak pidana;
c.       Demi hukum harus dihentikan, misal;
- yang mengadu bukan yang berhak
- nebis in idem
- daluwarsa (Ps. 78 KUHP)
- tersangka meninggal dunia.
D. PENANGKAPAN
1.       Merupakan suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka/terdakwa jika terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan.
2.       Persyaratan Penangkapan :
a.       Untuk kepentingan penyidikan/penuntutan/peradilan;
b.       Penyidik memiliki alat bukti permulaan yang cukup;
c.       Dilakukan dengan surat perintah penangkapan;
d.       Hanya terhadap pelaku kejahatan. Terhadap pelaku pelanggaran bisa ditangkap jika sudah dipanggil dua kali tapi tidak mau tanpa alasan yang sah.
3.       Hanya penyidik yang bisa melakukan penangkapan kecuali dalam hal tertangkap tangan, semua orang berhak, bahkan wajib bagi orang yang bertugas untuk menjaga ketertiban dan keamanan (seperti SATPAM).
4.       Tindak pidana yang hanya bisa disidik/dituntut/diadili dalam keadaan tertangkap tangan:
a.       Pidana perjudian;
b.       Tindak pidana narkotik; pemakai, penjual, pengedar, penyimpan;
c.       Tindak pidana zona ekonomi eksklusif;
d.       Tindak pidana perikanan.
5.       Masa penahanan maximal 24 jam dan setelah itu harus diserahkan ke penyidik.

E. PENAHANAN
1.       Merupakan penempatan tersangka/terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik/penuntut umum/hakim.
2.       Persyaratan Penahanan.
a.       Syarat obyektif, terhadap tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih;
b.       Syarat Subyektif, jika ada kekhawatiran tersangka/terdakwa akan :
- Melarikan diri;
- Merusak/menghilangkan barang bukti;
- Mengulangi tindak pidana.
c.       Jenis Penahanan
- Penahanan RUTAN;
- Penahanan rumah; dihitung 1/3 dari RUTAN;
- Penahanan kota; dihitung 1/5 dari RUTAN.
d.       Masa Penahanan :
- Penyidik = 20 hari + (30 hari + 30 hari dalam kondisi khusus) :
·         Tersangka/terdakwamenderitagangguanfisik/mental yang berat
·         Ancaman pidananya 9 tahun penjara atau lebih.
- Penuntut Umum = 20 hari + 30 hari + (30 hari + 30 hari dalam kondisi khusus).
- Hakim PN = 30 hari + 60 hari + (30 hari + 30 hari dalam kondisi khusus).
- Hakim PT = 30 hari + 30 hari + (30 hari + 30 hari dalam kondisi khusus).
- Hakim MA = 50 hari + 30 hari + (30 hari + 30 hari dalam kondisi khusus).
- Jadi maksimal penahanan = 120 + 110 + 150 + 150 + 170 = 700 hari.
F. PENGGELEDAHAN
1.       Merupakan tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal/tempat tertutup lainnya atau terhadap badan dan atau pakaian untuk tindakan pemeriksaan/ penyitaan/penangkapan.
2.       Penggeledahan harus mendapat surat ijin dari ketua PN. Dan hasil penggeledahan harus dibuatkan berita acara pemeriksaan(BAP).
3.       Tempat yang dilarangdilakukanpenggeledahan, kecualidalamhaltertangkaptangan:
a.       Ruang di mana sedang berlangsung sidang MPR, DPR, DPRD.
b.       Tempat di mana sedang berlangsung upacara ibadah.
c.       Ruang di mana sedang berlangsung sidang pengadilan.

G. PENYITAAN
1.       Merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya terhadap benda bergerak/tidak bergerak, berwujud/tidak berwujud milik penggugat atau tergygat untuk kepentingan pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan. Dimana tujuan penyitaan ialah:
a.    Agar mempermudah pemeriksaan perkara;
b.    Agar objek yang dipersengketakan tidak dialihkan sebelum objek dipindahkan atau dialihkan.
2.       Penyitaan harus ada ijin dari ketua PN.
3.       Benda yang dapatdisita (Ps. 39 KUHAP)
a.       Benda atau tagihan tersangka/terdakwa yang diduga seluruh/sebagian diperoleh dari tindak pidana;
b.       Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana;
c.       Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan;
d.       Benda yang khusus dibuat/diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e.       Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
4.       Penyitaan menghasilkan alat bukti surat dan barang bukti.
H. PRA PENUNTUTAN
1.       Merupakan wewenang Penuntut Umum untuk melengkapi berkas perkara hasil penyidikan dengan cara memerintahkan kepada penyidik untuk melakukan penyidikan tambahan berdasarkan petunjuk dari penuntut umum.
2.       Penyidikan tambahan :
a.       Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib menyerahkan berkas perkara (BP) ke Penuntut Umum (PU);
b.       Jika PU berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut masih kurang lengkap, PU segera mengembalikan BP kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi;
c.       Penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai petunjuk PU dan wajib menyerahkan kembali kepada PU dalam waktu 14 hari;
d.       Penyidikan dianggap selesai jika dalam tempo 14 hari PU tidak mengembalikan hasil penyidikan atau sebelum batas waktu tersebut PU sudah memberitahukan selesainya penyidikan;
e.       Jika hasil penyidikan dianggap telah lengkap (tahap I) kemudian dilanjutkan dengan tahap II yakni penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti ke PU.
I. PENUNTUTAN
1.       Tugas pokok Penuntut Umum:
a.       Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan;
b.       Mengadakan pra penuntutan jika ada kekurangan BP;
c.       Membuat surat dakwaan; surat yang berisi rumusan tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa berdasarkan kesimpulan yang ditarik dari hasil penyidikan yang menjadi dasar bagi pemeriksaan di muka sidang pengadilan;
d.       Melimpahkanperkarakepengadilan;
e.       Memberlakukandanmemanggilterdakwa/saksiuntukbersidang;
f.        Melakukan penuntutan di muka sidang pengadilan yang berisi pembuktian berdasarkan surat dakwaan disertai tuntutan pidana terhadap terdakwa.
2.       PU berwenang melakukan penghentian penuntutan dan penyampingan perkara; untuk penghentian penuntutan alasannya adalah sama dengan penghentian penyidikan, tetapi dalam hal penyampingan perkara alasannya adalah demi kepentingan umum (kepentingan negara, bangsa dan masyarakat luas).
3.       Surat dakwaan.
a.       Persyaratan :
1)       Syarat formal :
·         Diberi tanggal dan di tandatangani oleh PU.
·         Berisi identitas terdakwa.
2)       Syarat materiil :
·         Menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.
·         Memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan (videpenerapan KUHAP : HMA. Kuffal, SH., hal. 126-127).
b.       Bentuk Surat Dakwaan :
1)       Surat Dakwaan Tunggal; terdakwa hanya didakwakan melakukan satu tindak pidana saja.
2)       Surat Dakwaan Subsidair; terdakwa didakwa beberapa jenis delik secara berlapis/bertingkat dimulai dari delik yang paling berat ancaman pidananya sampai dengan yang paling ringan, tetapi sesungguhnya yang didakwakan hanya satu.
3)       Surat Dakwaan Alternatif; hampir sama dengan subsidair, tinggal mana nanti yang bisa dibuktikan tanpa terkait urutan dari tindak pidana yang didakwakan.
4)       Surat Dakwaan Kumulatif; didakwakan secara serempak beberapa delik yang masing-masing berdiri sendiri (samenloop/concursus/perbarengan).
5)       Surat Dakwaan Kombinasi; terdakwa didakwa beberapa delik/dakwaan secara kumulatif yang terdiri dari dakwaan subsidair dan alternatif secara serempak/sekaligus.
J. PERSIDANGAN
Setiap pelimpahan berkas perkara, maka semua barang-barang bukti dan penahanan terdakwa juga ikut dilimpahkan.
1.       SidangPertama :
1. Hakim/Majelis Hakim Memasuki Ruang Sidan
2. PemanggilanTerdakwasupayaMasukkeRuangSidang
3. Pembacaan Surat Dakwaan
4. Pengajuan Eksepsi (keberatan)
5. Pembacaan/Pengucapan Putusan Sela
2.       Sidang Pembuktian :
1. Pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum
2. Pembuktian oleh Terdakwa/Penasihat Hukum
3. Pemeriksaan pada Terdakwa
3.       Sidang Pembacaan Tuntutan Pidana, Pembelaan, dan Tanggapan-
tanggapan :
1. Pembacaan Tuntutan Pidana (Requisitoir)
2. Pengajuan/Pembacaan Nota Pembelaan (Pleidooi)
3. Pengajuan/Pembacaan Tanggapan-tanggapan (Replik dan Duplik)
4.       Sidang Pembacaan Putusan
1)       Pemeriksaan perkara pidana berawal dari terjadinya tindak pidana (delict) atau perbuatan pidana atau peristiwa pidana yang berupa kejahatan atau pelanggaran.
2)       Peristiwa atau perbuatan tersebut diterima oleh aparat penyelidik (Polri) melalui:
1. Laporan dari masyarakat
2. Pengaduan dari pihak yang berkepentingan
3. Diketahuiolehaparatsendiridalamhaltertangkaptangan (heterdaad)

3)       Penyelidik menentukan apakah suatu peristiwa atau perbuatan (feit) merupakan peristiwa atau perbuatan pidana atau bukan.
4)       Jika dalam penyelidikan diketahui atau terdapat dugaan bahwa peristiwa atau perbuatan tersebut merupakan tindak pidana maka dapat dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu Penyidikan.
5)       Penyidikan dilakukan untuk mengusut, mencari, dan mengumpulkan bukti-bukti agar terang tindak pidananya dan untuk menemukan tersangkanya.
6)       Polri pada dasarnya merupakan penyidik tunggal, namun dalam kasus-kasus tertentu (tindak pidana bidang perbankan, bea cukai, keimigrasian, dll) dapat dilibatkan penyidik Pegawai Negeri Sipil, selain itu kewenangan penyidikan ada pada jaksa apabila menyangkut kasus tindak pidana ekonomi, korupsi atau subversi.
7)       Penyidikan merupakan pemeriksaan pendahuluan (vooronderzoek) yang dititikberatkan pada upaya pencarian atau pengumpulan “bukti faktual” atau bukti konkret.
8)       Proses penyidikan sering diikuti dengan tindakan penangkapan dan penggeledahan, bahkan jika perlu dapat diikuti dengan tindakan penahanan terhadap tersangka dan penyitaan terhadap barang atau bahan yang diduga erat kaitannya dengan tindak pidana yang terjadi.
9)       Pemeriksaan terhadap saksi pada tingkat penyidikan tidak perlu disumpah, kecuali jika saksi dengan tegas menyatakan tidak dapat hadir dalam pemeriksaan di sidang pengadilan maka saksi harus disumpah agar keterangannya mempunyai kekuatan yang sama jika diajukan di pengadilan.
10)   Hasil pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dijadikan satu berkas dengan surat-surat lainnya.
11)   Apabila dalam pemeriksaan awal tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana, maka penyidik dapat menghentikan penyidikan dengan mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan. Namun apabila bukti telah cukup maka penyidik dapat segera melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan untuk proses penuntutan.
12)   Jika BAP telah diterima Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan dinyatakan telah sempurna, maka JPU segera melakukan proses Penuntutan, namun apabila BAP dinyatakan oleh JPU kurang sempurna akan dikembalikan kepada penyidik dengan disertai catatan atau petunjuk tentang hal yang harus dilakukan penyidik.
13)   Hasil konkret dari proses penuntutan adalah surat dakwaan yang didalamnya memuat:
1. Unsur-unsur perbuatan terdakwa
2. Waktu terjadinya tindak pidana (Locus)
3. Tempat terjadinya tindak pidana (Tempus delicti)
4. Cara-cara terdakwa melakukan tindak pidana
14)   Proses penuntutan merupakan transformasi oleh JPU dari peristiwa dan faktual yang disampaikan penyidik menjadi peristiwa dan bukti yuridis.
15)   Dalam proses penuntutan, penuntut umum menetapkan bahan-bahan bukti dari penyidik untuk meyakinkan hakim dan membuktikan dakwaannya dalam persidangan.
16)   Terhadap tindak pidana penyertaan (deelneming) atau concursus (samenloop) penuntut umum dapat menentukan apakah perkara tersebut pemeriksaannya digabung menjadi satu atau akan dipecah menjadi beberapa perkara.
17)   Penuntut umum juga menentukan apakah perkara tersebut akan diajukan ke pengadilan dengan acara singkat (sumir) atau dengan acara biasa, hal ini biasanya tergantung dari kualitas perkaranya.
18)   Pengadilan dengan acara singkat yaitu pada hari yang ditentukan oleh pengadilan akan langsung menghadapkan terdakwa beserta bukti-bukti ke sidang pengadilan.
19)   Pengadilan dengan acara biasa, yaitu penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan disertai dengan surat dakwaan dan surat pelimpahan perkara yang isinya permintaan agar perkara tersebut segera diadili.
20)   Sebelumkepengadilan, ada proses praperadilanyaituwewenangpengadilannegeriuntukmemeriksadanmemutustentang:
a.       Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.
b.       Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
c.       Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
21)   Apabila berkas perkara, terdakwa, dan bukti-bukti telah diajukan ke pengadilan berarti proses pemeriksaan perkara telah sampai pada tahap Peradilan. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan nasib terdakwa karena dalam tahap ini semua argumentasi para pihak (penuntut umum dan terdakwa/penasihat hukum) diadu secara terbuka dan dikuatkan dengan bukti-bukti yang ada.
22)   Asas yang berlaku adalah Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh Majelis Hakim yang jumlahnya gasal, namun dalam keadaan tertentu dapat dilakukan oleh Hakim Tunggal atas izin dari Ketua Mahkamah Agung.
23)   Yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum:
1. Dakwaan
2. Tuntutan
3. Replik, dll
24)   Yang diajukan oleh Terdakwa/Penasihat Hukum:
1. Eksepsi
2. Pembelaan
3. Duplik, dll
25)   Terhadap putusan yang telah diambil oleh Majelis Hakim semua pihak (Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa/Penasihat Hukum) diberi kesempatan untuk menyatakan sikap:
1. Menerima
2. Pikir-pikir
3. Mengajukan upaya hokum
4. Mengajukangrasi
26)   Jika putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde), maka putusan tersebut dapat segera dilaksanakan (dieksekusi). Pelaksana eksekusi putusan pengadilan dalam perkara pidana adalah jaksa.
27)   Jika dalam amar putusan dinyatakan terdakwa bebas, maka terdakwa harus dilepaskan dari tahanan dan dipulihkan hak-haknya kembali seperti sebelum diadili.
28)   Jika dalam amar putusan dinyatakan terdakwa dipidana badan (penjara/kurungan), maka jaksa segera menyerahkan terdakwa ke Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) untuk menjalani hukuman dan pembinaan.























BAB IV
KESIMPULAN

Dalam menyelesaikan suatu perkara pidana, memang memerlukan beberapa tahapan. Mulai dari sebelum masuk pada inti perkara, adapun banyak proses yang mesti dilalui agar perkara tersebut dapat dikategorikan dalam tindak pidana.
Perkara pidana memerlukan waktu yang lama dalam proses penyelesaiannya dan banyak yang menganggap hal tersebut justru berbelit-belit hingga perlu mengeluarkan biaya yang sangat besar.
Tidak semua orang bisa dikenakan hukuman atas tindak pidananya. Itu tergantung pada proses pemeriksaan, mulai dari tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan banyak faktor yang bisa mempengaruhi hasil putusan hakim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar